Tidak diragukan lagi bahwa semua orang muslim harus berprilaku sesuai dengan prilaku yang dicontohkan oleh Muhammad Rasulullah SAW. Masalahnya adalah, mungkinkah kita dapat meneladani seluruh sikap hidup beliau? Seringkali orang gagal meneladani dengan beranggapan bahwa dirinya hanyalah manusia biasa sedangkan Muhammad adalah seorang nabi paling mulia, lantas kita tidak mungkin dapat meneladaninya? Rasanya tidaklah demikian. Karena bila hal itu benar, maka mustahil Allah yang maha bijaksana menyuruh kita meneladaninya [Al-Ahzab(33):21,Al-A’raf(7):158].
Orang yang meragukan kemampuan dirinya untuk dapat meneladani sikap hidup Muhammad saw, boleh jadi karena ia mempunya persepsi. Bahwa Muhammad itu adalah orang yang memang diciptakan Allah sebagai orang suci, yang tentu saja dengan demikian tidak mungkin ia berbuat kesalahan. Rasanya persepsi itu tidaklah sepenuhnya benar.karena bila Muhammad diciptakan dari sananya suci, bebas dari dosa, lalu kenapa ia diuji Allah juga? Bukankah berarti Allah menguji yang sia-sia?
Keterangan Alquran Bahwa Nabi Muhammad adalah Manusia Biasa
dari keterangan-keterangan yang terdapat dalam Al-Qur’an, nampaknya menyiratkan bahwa Muhammad itu adalah manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Hanya bedanya dengan kita, disamping beliau menerima wahyu, juga beliau bila melakukan kesalahan langsung ditegur oleh Allah. simaklah peristiwa-peristiwa berikut :
(1) Suatu ketika nabi Muhammad saw, sedang berkumpul bersama pemuka-pemuka musyrik di makkah untuk menjelaskan ajaran islam kepada mereka. Tiba-tiba dalam pertemuan itu masuk seorang buta, yaitu Abdullah bin Ummi Maktum, sambil berterian dengan suara keras, “Muhammad, Muhammad, ajarkanlah aku sebagian yang diajarkan Allah kepadamu!”. Melihat demikian nabi Muhammad saw. Berpaling tidak menghiraukan kedatangannya. Sikap itu ditegur Allah :
1.Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling,2.karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). 3.Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa),4.atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya? 5. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar-pembesar Quraisy), 6. maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya, 7. padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman). 8. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), 9. sedang dia takut (kepada Allah). 10. engkau (Muhammad) malah mengabaikannya 11. Sekali-kali jangan (begitu)! Sungguh, (ajaran-ajaran Allah) itu suatu peringatan, 12. maka barang siapa menghendaki, tentulah dia akan memperhatikannya. ‘Abasa (80) : 1-12.
Peristiwa-Peristiwa Yang Harus Diperhatikan
Disamping kejadian yang disebutkan diatas, pertimbangkan juga peristiwa-peristiwa lainnya yang dialami oleh Muhammad, Seperti misalnya beliau pernah mengharamkan madu tetapi,kemudian Allah menegurnya sehingga madu tetap halal bagi kita,strategi perang khandak, kisah cincin emas, pemberitahuan tanda waktu shalat (adzan), dan bertobat 100 kali dalam sehari-semalam.
Paparan-paparan diatas tidaklah bermaksud menyorot teguran-teguran Allah kepada Nabi Muhammad, tetapi hanya sebatas ingin memberikan gambaran yang jelas bahwa Muhammad itu adalah seorang manusia juga seperti kita, beliau bukan malaikat. Muhammad bukan pula orang yang memang dari sananya didesain sebagai orang suci, namun kesuciannya itu diperoleh dengan perjuangan yang sungguh-sungguh dalam menjaga kebersihan hati dan meraih keyakinan ilahiyah sehingga dirinya terjaga dari nafsi/setan yang menggodanya. Beliau memang tidak pernah melakukan kesalahan dalam menyampaikan Al-Qur’an, dan hal ini, terjadi semata-mata karena kehendak Allah belaka [Al-A’laa(87):6 “Kami akan membacakan Al-Quran kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa.”
Dengan memahami uraian diatas, maka tidak ada lagi alasan bagi kita untuk merasa tidak mampu mengikuti prilaku Muhammad Rasulullah Saw. Masalahnya adalah sungguh-sungguh atau tidak kita dalam perjuangan menjaga kebersihan hati dan bertafakur meraih keyakinan ilahiyyah. Kita harus merubah paradigma, bukan lagi berjuang habis-habisan melawan nafsu, melainkan berjuang dengan sungguh-sungguh untuk bertafakur meraih keyakinan ilahiyyah. Mengapa demikian? Karena bila kalbu kita memiliki banyak keyakinan-keyakinan ilahiyyah, maka otomatis nafsu/setan tidak akan berdaya. Mungkin inilah sebabnya mengapa Rasulullah saw pernah bersabda, “Bertafakurlah sejenak lebih baik daripada ibadah satu tahun”.
Source : Buku Bahan Renungan Kalbu
0 Comments